Covenant Protestant Reformed Church
Bookmark and Share

Keanakan Kristus Yang Kekal

Prof. Herman Hanko

 

(1)

Pertanyaan: “Mengapakah begitu penting bahwa Yesus adalah Anak tunggal Allah? Allah bisa saja memiliki ribuan anak. Bukankah para malaikat juga adalah anak-anak Allah? Dan bagaimana dengan Ibrani 2:10: ‘Sebab memang sesuai dengan keadaan Allah – yang bagi-Nya dan oleh-Nya segala sesuatu dijadikan – , yaitu Allah yang membawa banyak orang kepada kemuliaan, juga menyempurnakan Yesus, yang memimpin mereka kepada keselamatan, dengan penderitaan.’” (Dalam teks KJV, “banyak orang” = “sons” atau “banyak anak.”)

Poin dari kutipan dari Ibrani 2 adalah bahwa umat Allah yang dipimpin kepada kemuliaan disebut sebagai “banyak anak” (KJV).

Sebelum saya meneruskan dengan membahas isu ini, saya akan mengutip dari Katekismus Heidelberg, yang menjawab pertanyaan ini. Di dalam bagian ini, Katekismus menjelaskan frasa dari Pengakuan Iman Rasuli: “Aku percaya ... kepada Yesus Kristus, Anak-Nya yang tunggal.” “Mengapakah Ia dinamai Anak Allah yang tunggal, karena kita pun menjadi anak-anak Allah juga? Sebab hanya Kristus sajalah yang sungguh-sungguh Anak Allah dan yang kekal, tetapi kita dianugerahi menjadi anak angkat Allah karena Dia” (P. & J. 33).

Karena pertanyaan di atas menyarankan kemungkinan bahwa Tuhan Yesus Kristus bukanlah Anak Allah yang sungguh-sungguh dan yang kekal, saya ingin memastikan bahwa semua pembaca memahami dan mengakui kebenaran yang mendasar ini. Ini adalah kebenaran yang sudah diterima dengan teguh di dalam gereja Kristus sejak awal sejarahnya. Tidak heran jika kebenaran ini dimasukkan ke dalam bentuk pengakuan iman (atau kredo) sejak sangat awal, karena keilahian Kristus yang mutlak adalah pengakuan iman yang mendasar dari gereja dan merupakan fondasi yang di atasnya gereja berdiri. Ketika, di Kaisarea Filipi, Yesus bertanya kepada para murid-Nya apa pendapat mereka tentang siapakah diri-Nya, Petrus menjawab mewakili mereka semua: “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!” (Mat. 16:16). Setelah secara mencengangkan Yesus memberi tahu para murid itu bahwa mereka tidak bisa mengetahui hal tersebut dari diri mereka sendiri, melainkan hanya karena wahyu dari Allah kepada mereka (ay. 17), Tuhan berkata, “Di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya” (ay. 18).

Yesus menyampaikan bahwa keilahian-Nya yang mutlak adalah batu karang yang di atasnya gereja dibangun. Selama gereja mengakui kebenaran itu dan mempertahankannya, alam maut tidak akan bisa menguasainya. Tetapi, ketika gereja menyangkal kebenaran itu, alam maut telah menghancurkan gereja itu. Adalah baik bagi kita untuk berhenti sejenak di sini dan memastikan bahwa kita adalah anggota di dalam gereja yang terhadapnya alam maut tidak akan berkuasa!

Tidak mengherankan bahwa kebenaran ini telah menjadi sasaran dari serangan-serangan yang sengit sejak awal era Perjanjian Baru. Serangan-serangan ini berasal dari Iblis yang membenci Allah dan Kristus-Nya, dan yang melakukan segenap dayanya untuk menghancurkan gereja. Iblis mengetahui, dan bahkan tampaknya mengetahui dengan lebih baik daripada kebanyakan gereja saat ini, bahwa jika ia bisa menghapus pengakuan iman akan keilahian Kristus dari gereja, ia telah menghancurkan gereja itu.

Peristiwa yang menyebabkan pembelaan bagi kebenaran ini di masa awal gereja di Nicea (tahun 325) adalah adanya ajaran sesat Arius. Arius, yang berasal dari Aleksandria di Mesir, mengajarkan bahwa Kristus memang adalah yang terbesar dari semua anak Allah; bahwa, dalam kenyataannya, Ia adalah Anak Allah yang kekal; tetapi Ia diciptakan, bukan diperanakkan, dan dengan demikian bukanlah Allah yang sejati, melainkan hanya salah satu dari anak-anak Allah, meskipun yang terbesar dari semua anak.

Setelah Nicea, mereka yang disebut kaum semi-Pelagian mengambil posisi yang sedikit berbeda dari Arius. Mereka mengajarkan bahwa Kristus adalah Anak Allah yang kekal, tetapi tidak memiliki esensi yang sama dengan Bapa. Serangan ini pun, meskipun tersamar dan membingungkan, dan dimaksudkan untuk membingungkan pikiran umat Allah, ditolak oleh gereja.

Saya melihat bahwa tidak pernah ada satu saat pun di dalam sejarah gereja Perjanjian Baru di mana keilahian Kristus tidak diserang. Bahkan di masa Reformasi besar pada abad keenam belas, ada banyak pihak yang menyerang doktrin ini. Yang paling menonjol adalah Servetus, yang bersedia untuk mengatakan bahwa Kristus adalah seorang anak Allah, tetapi menolak untuk mengatakan bahwa Kristus adalah Sang Anak Allah. Ia adalah seorang penghujat dan dihukum bakar di Jenewa karena penghujatannya.

Serangan-serangan terus berlanjut bahkan pada saat ini, terutama dari kaum Unitarian. Tetapi, ada cara-cara yang paling tersamar untuk menolak kebenaran agung ini. Kebenaran ini bisa dan memang ditolak pada saat ini di dalam banyak gereja yang mengklaim berpegang pada pengakuan-pengakuan iman Reformed – yang semuanya mengajarkan secara tegas tentang keilahian Yesus Kristus yang mutlak – tetapi yang pada kenyataannya menyangkal keilahian-Nya. Di dalam gereja-gereja Reformed yang sudah murtad itu, kelahiran Kristus dari anak dara dipertanyakan secara terbuka dan disangkal. Kebangkitan tubuh Kristus dari kubur dikatakan hanyalah mitos yang dikarang oleh para murid untuk memperkuat klaim mereka untuk memberitakan Injil Kristus. Pahamilah dengan jelas bahwa setiap penyangkalan terhadap kelahiran Kristus dari anak dara dan kebangkitan tubuh Kristus merupakan penyangkalan terhadap pengorbanan-Nya yang bersifat propisiatoris di atas salib Kalvari, dan dengan demikian merupakan penyangkalan terhadap keilahian Kristus.

Selain itu, setiap orang atau gereja atau organisasi yang menyangkal kedaulatan Allah di dalam karya keselamatan dan memperhitungkan keselamatan sampai taraf tertentu kepada manusia dan kehendak bebasnya sendiri juga bersalah karena merendahkan pendamaian Kristus dan berada di ambang menyangkali keilahian-Nya. Katekismus Heidelberg berbicara secara khusus, namun bukan secara eksklusif, melawan Gereja Katolik Roma di dalam pertanyaan dan jawaban 30: “Adakah mereka yang mencari keselamatan dan bahagia pada ‘orang-orang suci,’ atau pada dirinya sendiri, atau pada tempat manapun yang lain, percaya juga akan Yesus, Juruselamat yang satu-satunya itu? Tidak, karena dengan berbuat demikian sebenarnya mereka menyangkal Yesus, Juruselamat yang satu-satunya itu, meskipun mereka bermegah di dalam Dia dengan mulutnya, karena satu di antara dua: Yesus itu bukan Juruselamat yang sempurna, atau mereka yang menerima Juruselamat itu dengan iman yang benar tak dapat tiada memperoleh dari pada Dia segala sesuatu yang perlu untuk keselamatannya.”

Arminianisme adalah Modernisme awal.

Topik ini cukup penting sehingga kita akan memberikan satu artikel lagi untuk membahasnya.


(2)

Pertanyaan: “Mengapakah begitu penting bahwa Yesus adalah Anak tunggal Allah? Allah bisa saja memiliki ribuan anak. Bukankah para malaikat juga adalah anak-anak Allah? Dan bagaimana dengan Ibrani 2:10: ‘Sebab memang sesuai dengan keadaan Allah – yang bagi-Nya dan oleh-Nya segala sesuatu dijadikan – , yaitu Allah yang membawa banyak orang kepada kemuliaan, juga menyempurnakan Yesus, yang memimpin mereka kepada keselamatan, dengan penderitaan.’” (Dalam teks KJV, “banyak anak” = “sons” atau “banyak anak.”)

Poin dari kutipan dari Ibrani 2 adalah bahwa umat Allah yang dipimpin kepada kemuliaan disebut sebagai “banyak anak” (KJV).

Di dalam edisi News yang sebelumnya, saya telah menunjukkan bahwa keilahian Kristus yang mutlak adalah fondasi dari semua kebenaran Kitab Suci, batu karang yang di atasnya Kristus membangun gereja-Nya, dan dengan demikian adalah sebuah doktrin yang teramat penting bagi gereja sepanjang masa. Saya juga telah menunjukkan bahwa semua penyangkalan oleh Arminianisme, Pelagianisme, dan kritik tinggi terhadap mujizat-mujizat di dalam Kitab Suci, khususnya tentang kelahiran dari anak dara dan kebangkitan tubuh Tuhan kita dari kubur, adalah Modernisme awal dan paling tidak merupakan permulaan dari penyangkalan penuh terhadap keilahian Tuhan kita.

Keilahian Kristus telah diakui oleh gereja sejak awal sejarahnya. Kebenaran ini ditetapkan di dalam bentuk pengakuan iman (kredo) oleh Konsili Nicea pada tahun 325. Bagian krusial dari pengakuan iman itu berbunyi: “Aku percaya ... kepada satu Tuhan Yesus Kristus, satu-satunya Anak Allah yang diperanakkan, diperanakkan dari Bapa sebelum alam semesta, Allah dari Allah, terang dari terang, Allah yang sejati dari Allah yang sejati, diperanakkan, bukan dicipta, sehakekat dengan sang Bapa.”

Kebenaran yang khidmat ini ditegaskan kembali oleh Konsili Konstantinopel pada tahun 381, oleh Konsili Chalcedon pada tahun 451, dan oleh apa yang disebut sebagai Pengakuan Iman Athanasius. Semua pengakuan iman Reformasi berpegang pada doktrin ini dan ini adalah pengakuan iman yang sangat bernilai bagi semua orang percaya.

Doktrin ini diajarkan di seluruh Kitab Suci. Kita hanya akan melihat beberapa bagian di sini, karena kebenaran tentang keilahian Tuhan kita adalah seperti benang emas yang menjalin seluruh Alkitab. Malaikat Yehova, manifestasi Kristus di dalam Perjanjian Lama, adalah Allah sendiri (Kej. 32:24-30; khususnya ay. 30). Yesaya 9:6 menyebut Kristus sebagai “Allah yang perkasa” dan “Bapa yang kekal.”

Di dalam Perjanjian Baru, keilahian Kristus begitu menonjol di dalam setiap halamannya. Perkataan pembukaan Paulus di dalam Surat Roma adalah “... menurut Roh kekudusan dinyatakan oleh kebangkitan-Nya dari antara orang mati, bahwa Ia adalah Anak Allah yang berkuasa, Yesus Kristus Tuhan kita” (Rm. 1:4). Di dalam Yohanes 1:1, Firman dikatakan ada bersama-sama dengan Allah, dan adalah Allah. Di dalam ayat 18 dari pasal yang sama, di dalam satu varian yang diperdebatkan tetapi sangat mungkin benar, dan sesuai dengan konteksnya, Yohanes berkata, “Tidak seorangpun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada di pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakan-Nya.” Di dalam 1 Timotius 3:16, Paulus menulis, “Dan sesungguhnya agunglah rahasia ibadah kita: ‘Dia (Allah), yang telah menyatakan diri-Nya dalam rupa manusia....’” Di dalam seluruh kehidupan-Nya di bumi, Tuhan ditantang karena mengklaim sebagai Kristus. Orang Yahudi menantang hal ini karena mereka mengetahui bahwa sosok yang menjadi Kristus, Sang Mesias, juga pastilah ilahi. Tuhan akhirnya dijatuhi hukuman mati karena Ia menyatakan di bawah sumpah bahwa Ia sungguh-sungguh adalah Kristus, Anak Allah yang hidup. Berulang kali orang Yahudi mendakwa-Nya telah menjadikan diri-Nya setara dengan Allah.

Memang benar bahwa manusia dan bahkan malaikat juga disebut anak-anak Allah. Manusia dan malaikat disebut anak-anak Allah karena mereka diciptakan oleh Allah (bdk. Luk. 3:38). Umat Allah disebut anak-anak Allah karena pengadopsian dan kelahiran kembali mereka (yaitu kelahiran kedua dari atas). Ketika manusia terjatuh, ia menjadi anak Iblis menurut perkataan Kristus yang tajam di dalam Yohanes 8:42-44.

Modernisme menyangkal kejatuhan dan konsekuensi-konsekuensinya. Modernisme berbicara secara saleh namun kosong mengenai semua manusia sebagai putra dan putri Allah. Modernisme menggembar-gemborkan “persaudaraan semua manusia” dan keluarga universal milik Allah. Modernisme berbicara dengan berbunga-bunga mengenai pelayanan kita kepada umat manusia secara umum dan melakukan kebaikan bagi persaudaraan itu.

Semua ini sangat fasik dan merupakan penyangkalan terhadap konsekuensi-konsekuensi yang mengerikan dari kejatuhan. Kita sekali lagi dibawa ke dalam keluarga Allah sebagai putra dan putri di dalam rumah-Nya oleh keajaiban anugerah. Di dalam keluarga itu, yang pembentukannya ditentukan oleh pemilihan kekal, Allah Tritunggal adalah Bapa dan Kristus adalah saudara sulung kita, pewaris dari hak kesulungan dan kepala dari keluarga itu di bawah Allah. Tetapi Kristus adalah demikian adanya karena Ia pertama-tama adalah Anak Allah yang kekal. Dengan demikian Ia menggenapi semua tujuan Bapa-Nya di dalam mengumpulkan keluarga yang ilahi dan terpilih ini ke dalam rumah Bapa-Nya yang memiliki banyak tempat tinggal (Yoh. 14:1-3).

Yang masih tersisa adalah pertanyaan yang diajukan si penanya: Mengapa doktrin ini penting?

Walaupun sebenarnya saya sudah menjawab pertanyaan ini, saya bisa merangkumkannya dengan paling baik dengan menceritakan kepada Anda sebuah insiden yang terjadi pada saat berlangsungnya Konsili Nicea pada tahun 325.

Pembela utama dari kebenaran alkitabiah ini di dalam konsili tersebut adalah seorang diaken dari Aleksandria. Pembelaannya yang gigih bagi kebenaran ini di Nicea dan kerelaannya untuk menderita demi pembelaan bagi kebenaran tentang keilahian Kristus tersebut (ia diasingkan dari gerejanya dan pulang kembali paling tidak sebanyak lima kali) telah menjadikan dirinya sosok yang terkenal di dalam catatan sejarah gereja di dalam perang gereja demi iman. Namanya adalah Athanasius, dan ia dikenal sebagai “Athanasius contra mundi” (“Athanasius melawan dunia”). Tidak banyak orang yang memercayai apa yang telah diajarkan Nicea, dan bahkan lebih sedikit lagi yang bersedia untuk membela kebenaran yang telah Nicea tetapkan dalam bentuk pengakuan iman itu. Athanasius berdiri seorang diri.

Di dalam berlangsung perdebatan di persidangan Konsili itu, perdebatan yang terkadang bisa menjadi sangat keras, Athanasius berdiri dan menyampaikan pernyataan berikut: “Yesus Kristus pastilah Allah sejati dari Allah sejati. Kita adalah orang-orang berdosa yang bobrok yang tidak bisa melakukan apa pun untuk menyelamatkan diri kita sendiri. Hanya Allah yang bisa menyelamatkan kita. Keselamatan kita seluruhnya adalah melalui Tuhan kita Yesus Kristus. Oleh karena itu, Kristus adalah Allah.”

Hanya Athanasius yang bisa membawa perdebatan itu keluar dari batasan perdebatan akademis dan “antara para sarjana,” dan menempatkannya di dalam konteks keselamatan kita – yang memang menjadi konteks yang seharusnya. Isu ini begitu penting karena melibatkan keselamatan kita. Kita bisa diselamatkan hanya oleh satu karya yang tidak bisa dilaksanakan oleh manusia mana pun, yaitu pemuasan penuh bagi tuntutan keadilan atas dosa-dosa kita dan ketaatan Anak Allah yang bisa diperhitungkan sebagai jasa. Itulah mengapa setiap upaya untuk memperhitungkan keselamatan, baik secara keseluruhan maupun sebagian, kepada manusia akan benar-benar menghancurkan satu-satunya pengharapan kita di dalam kehidupan maupun kematian. Yesus Kristus adalah Allah sejati dari Allah sejati. Dengan demikian, saya memiliki keyakinan di dalam kehidupan ini dan memandang ke masa depan dengan pengharapan, karena hidup saya tersembunyi bersama Kristus di dalam Allah.

Untuk bahan-bahan lain dalam bahasa Indonesia, klik di sini.