Covenant Protestant Reformed Church
Bookmark and Share

Bab 5

Anugerah Yang Tidak Bisa Ditolak

Prof. Herman Hanko

 

Introduksi

Meskipun kebenaran tentang anugerah yang tidak bisa ditolak memiliki tempatnya sendiri yang unik di dalam Lima Pokok Calvinisme, pokok ini terkait secara tidak terpisahkan dengan keempat pokok lainnya. Hal ini bisa ditunjukkan dengan mudah. Predestinasi ganda yang berdaulat adalah alasan kekal mengapa Allah memberikan anugerah kepada sebagian orang namun tidak memberikan anugerah yang sama itu kepada orang-orang lainnya. Augustine, uskup Hippo yang luar biasa itu, yang meninggal pada tahun 430, mengetahui dari pengalamannya sendiri bahwa anugerah yang telah menyelamatkannya adalah tidak bisa ditolak. Memulai dari doktrin tentang anugerah yang tidak bisa ditolak dan merenungkan mengapa sebagian orang menerima anugerah itu dan yang lainnya tidak, ia menyimpulkan bahwa hanya predestinasi yang berdaulat yang merupakan penjelasannya. Selain itu, predestinasi adalah dekrit dari keputusan kehendak Allah, tetapi keputusan kehendak Allah adalah kehendak-Nya sendiri yang hidup. Oleh karena itu, inilah penjelasan final dari segala sesuatu, khususnya bagi karya keselamatan.

Dasar yudisial dari seluruh keselamatan kita, dan juga pelaksanaan historis dari predestinasi kekal adalah salib Yesus Kristus. Ia mati untuk mendapatkan keselamatan bagi seluruh kaum pilihan yang telah diberikan kepada-Nya secara kekal. Sebagai dasar yudisial dari keselamatan, salib Kristus adalah dasar dan sumber yudisial dari semua anugerah yang dengannya kita diselamatkan. Tanpa salib, tidak ada anugerah. Dan kuasa anugerah yang menyelamatkan adalah karya yang sempurna dari Tuhan kita Yesus Kristus.

Hanya anugerah yang tidak bisa ditolak yang dapat menyelamatkan kita karena kita, sesuai naturnya, adalah rusak secara total. Jika manusia diberi kuasa kehendak bebas untuk memilih bagi dirinya sendiri antara sorga dan neraka, ia mampu untuk menolak anugerah. Anugerah yang tidak bisa ditolak mengimplikasikan kerusakan yang total dan adalah niscaya untuk menyelamatkan orang berdosa yang rusak secara total.

Dan jika anugerah adalah tidak bisa ditolak, maka perbuatan baik yang Allah mulai di dalam diri kita akan diteruskan dan disempurnakan. Ketekunan orang kudus secara niscaya mengikuti anugerah yang tidak bisa ditolak. Jika anugerah bisa ditolak, saya tidak memiliki jaminan apa pun bahwa saya akan pergi ke sorga ketika saya mati, karena sebelum saya mati ada kemungkinan saya menolak anugerah Allah, kehilangan anugerah itu, dan berakhir di neraka meskipun karya keselamatan pernah dimulai di dalam diri saya.

Lima Pokok Calvinisme berdiri bersama-sama atau runtuh bersama-sama.

Doktrin tentang anugerah yang tidak bisa ditolak adalah juga kebenaran yang saya sendiri perlu ketahui demi kepastian saya akan keselamatan. Saya tahu betapa dalamnya kerusakan saya. Saya tahu bahwa saya akan selalu menolak anugerah Allah. Bagaimana saya bisa berkata, “Satu-satunya penghiburan saya, baik pada masa hidup maupun pada waktu mati, baik di dalam waktu maupun di dalam kekekalan, adalah bahwa saya adalah milik Kristus dan pewaris hidup yang kekal.” Saya hanya bisa mengatakan hal ini dengan kepastian ketika saya mengetahui dan mengakui bahwa anugerah yang menyelamatkan saya adalah tidak bisa ditolak.

 

Anugerah

Apakah yang dimaksudkan dengan anugerah?

Dalam artinya yang mendasar di dalam Kitab Suci, anugerah adalah sikap penuh kasih dan rahmat dari Allah kepada umat-Nya di dalam Yesus Kristus. Saya ingin tahu seberapa sering kita benar-benar memikirkan hal ini, seberapa dalam mujizat ini terpatri di dalam kesadaran kita. Allah memandang dengan penuh kemurahan hati (favour) kepada kita. Itulah hal terindah yang dapat terjadi pada diri kita. Seandainya ini tidak dituliskan di setiap halaman Kitab Suci dan seandainya Allah tidak mengerjakan iman di dalam hati kita dengan anugerah-Nya, ini akan menjadi keajaiban yang terlalu besar untuk diterima.

Pikirkan bagaimana Yesaya, ketika berbicara di dalam nama Allah, mendeskripsikan seluruh penghuni bumi dari penciptaan sampai akhir zaman sebagai seperti belalang di dalam pandangan Allah. Atau dengan metafora lain yang ditemukan di dalam Yesaya 40, seluruh bangsa di bumi hanyalah debu pada neraca. Setitik debu yang jatuh ke atas salah satu satu sisi dari neraca atau timbangan tidak akan menyebabkan terjadinya perbedaan apa pun pada neraca itu. Atau gambaran bahwa seluruh bangsa di bumi adalah seperti setetes air di dalam timba. Artinya, seseorang yang membawa sebuah timba memiliki sesuatu jika tetesan itu ada di dalam timba tersebut – tidak banyak, melainkan hanya begitu sedikit. Tetapi jika seseorang membawa timba dengan setetes air bergantung di tepi luarnya dan segera menetes jatuh ke debu, orang itu tidak memiliki apa pun. Seluruh bangsa di bumi bahkan kurang daripada setetes air itu di dalam pandangan Allah yang telah menciptakan segala sesuatu dengan Firman kuasa-Nya. Lalu apalah artinya kita, masing-masing dari kita ini? Satu di antara miliaran orang yang menghuni bumi ini? Tetapi Allah, Pencipta dan Penopang segala sesuatu, memiliki kemurahan hati kepada kita.

Tetapi itu belum semuanya. Kita bukan hanya tidak ada apa-apanya di dalam pandangan Allah, tetapi kita adalah orang-orang berdosa yang sangat fasik. Kita mengolok-olok dan menertawai Dia. Kita melanggar perintah-perintah-Nya yang kudus dan menantang-Nya untuk melakukan tindakan apa pun terhadap kita. Kita adalah seteru-seteru-Nya dan bersumpah untuk berbuat sekuat daya kita untuk menghancurkan Dia dan mencuri ciptaan-Nya dari Dia. Tetapi, Ia memandang kita di dalam kemurahan hati. Memiliki kemurahan hati kepada kita berarti bahwa Allah berkenan kepada kita. Ia mendapati kita paling layak diinginkan. Ia bersuka atas kita dan berketetapan untuk menjadikan kita bahagia, sebahagia yang mampu kita alami. Ia menginginkan kita menjadi mempelai-Nya sehingga kita bisa hidup bersama-Nya secara kekal sehingga Ia bisa bersuka atas kita secara kekal. Begitu besar kemurahan hati-Nya kepada kita sehingga Ia akan melakukan apa pun untuk membuat kita bahagia, bahkan sampai memberikan Anak-Nya sendiri untuk mengalami sengsara yang tidak terkatakan di alam maut.

Oleh karena itu, anugerah adalah “kemurahan hati” (“favour”) tetapi kemurahan hati kepada orang-orang berdosa yang sama sekali tidak layak untuk mendapatkan itu. Anugerah adalah menunjukkan kemurahan hati dan kasih kepada mereka yang adalah seteru-seteru-Nya. Anugerah adalah memberkati mereka yang membenci-Nya. Anugerah adalah membuat bahagia mereka yang mencoba untuk menghancurkan-Nya. Oleh karena itu, anugerah adalah kemurahan hati yang sebenarnya tidak layak kita dapatkan. Anugerah adalah kemurahan hati yang bukan karena jasa dari perbuatan kita, karena kita tidak bisa menghasilkan jasa apa pun ketika kita adalah seteru Allah. Anugerah diberikan secara cuma-cuma kepada mereka yang tidak memiliki apa pun untuk membelinya. Anugerah adalah kemurahan hati yang dibenci dan dihujat oleh mereka yang menjadi obyeknya. Kemustahilan dari hal ini menjadi mungkin hanya karena salib Kristus.

Anugerah itu juga merupakan suatu kuasa. Saya bisa bermurah hati kepada seseorang. Dalam kasus yang sangat langka saya bahkan bisa bermurah hati kepada seseorang yang bahkan tidak mengenal saya. Tetapi mustahil bagi kita untuk bermurah hati kepada seseorang yang membenci kita dan melakukan semua yang ia mampu lakukan untuk membunuh kita. Tetapi entah saya memandang seseorang dengan murah hati atau tidak, hal itu tidak menyebabkan perbedaan bagi orang yang menjadi obyek dari kemurahan hati saya. Tetapi kemurahan hati Allah adalah suatu kuasa. Kemurahan hati Allah adalah kemurahan hati yang berkuasa yang secara aktual mentransformasi mereka yang adalah obyek dari kemurahan hati Allah itu menjadi orang-orang yang kudus dan indah. Kemurahan hati Allah adalah suatu kuasa yang membuat para penghujat menjadi orang-orang kudus yang berdoa, membuat para pelacur menjadi mempelai Kristus, membuat batu-batu yang buruk dan tidak berguna menjadi bongkahan-bongkahan marmer yang digunakan di dalam bait di mana Allah berdiam. “Sebab karena kasih karunia (anugerah) kamu diselamatkan ...” (Ef. 2:8).

Anugerah yang sama itu adalah suatu kuasa yang bekerja di dalam hati umat Allah, yang memampukan mereka untuk berjalan di dalam dunia yang penuh penderitaan dan perlawanan, dengan setia kepada Allah mereka. Anugerah Allah adalah suatu kuasa untuk menanggung beban-beban kita, memikul salib kita, tetap setia di dalam pencobaan, dan mengasihi Allah dan sesama kita. Paulus berpikir bahwa dihilangkannya duri dalam dirinya adalah hal yang diperlukan agar ia bisa menjalankan panggilannya sebagai seorang misionaris bagi bangsa-bangsa bukan-Yahudi, tetapi Allah menolak untuk menghilangkan duri itu, dengan memastikan kepada Paulus, “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu” (2Kor. 12:7-10).

Anugerah adalah sumber dan mata air dari seluruh keselamatan kita.

 

Anugerah yang tidak Bisa Ditolak

Anugerah Allah yang baginya kita adalah obyeknya bersifat tidak bisa ditolak. Istilah “tidak bisa ditolak” segera mengingatkan kepada kita bagaimana kita, dari pihak kita, menolak atau melawan anugerah itu. Saya tidak akan berbicara tentang batu karang yang tidak bisa dilawan yang ada di jalan saya jika saya tidak mencoba untuk memindahkannya tetapi ternyata saya tidak mampu. Batu itu melawan saya. Anugerah yang tidak bisa ditolak dari Allah itu dilawan oleh kita. Dari pihak kita, kita selalu menolak atau melawan anugerah Allah. Kita menolaknya sebelum kita diselamatkan; kita bahkan menolaknya ketika kita ditaklukkan oleh anugerah yang tidak bisa ditolak itu. Kita menolak anugerah Allah sebelum kita diselamatkan karena kita adalah seteru-seteru Allah dan membenci Dia dan semua karya-Nya. Kita menolak anugerah-Nya setelah kita diselamatkan karena kita, meskipun ditaklukkan oleh anugerah, tetap memiliki natur yang sangat berdosa dan rusak yang belum dikalahkan oleh kuasa anugerah.

Di dalam penolakan atau perlawanan kita terhadap anugerah, bahkan setelah kita diselamatkan, kita menunjukkan ketidaksenangan kita terhadap latihan-latihan rohani, termasuk ibadah kepada Allah pada Hari Tuhan. Kita menolak untuk memperhatikan nasihat-nasihat yang disampaikan kepada kita yang mengandung janji akan kebahagiaan sejati jika ditaati. Kita menolak tawaran akan manisnya persekutuan dengan Allah karena kita lebih memilih kesenangan dosa yang hampa. Meskipun menikah dengan Kristus, kita melakukan perzinahan rohani dengan dunia yang jahat ketika kita menjadi sahabat dari dunia alih-alih menjadi sahabat Allah. Sejauh mengenai diri kita, penolakan kita terhadap anugerah bersifat konstan, tidak bisa diredakan, dan gigih.

Oleh karena itu, anugerah yang tidak bisa ditolak adalah kemurahan hati Allah kepada kaum pilihan-Nya di dalam Kristus yang dengannya Ia secara aktual menjadikan mereka umat-Nya dengan mengatasi penolakan atau perlawanan mereka. Dengan anugerah yang berdaulat, Ia meruntuhkan benteng perlawanan kita, menghancurkan tembok-tembok kebencian kita terhadap-Nya, meluluh-lantakkan kesombongan kita, masuk ke kedalaman keberadaan kita dan mengubah kita menjadi orang-orang kudus yang sesuai untuk hidup dengan-Nya sebagai mempelai-Nya.

Kaum Arminian berkata bahwa anugerah bukanlah tidak bisa ditolak. Mereka berkata bahwa anugerah keselamatan dari Allah ditawarkan kepada manusia. Satu-satunya jalan untuk masuk ke dalam hati manusia adalah dengan rayuan dan teknik yang persuasif. Allah harus menjadi penjual yang mahir yang mengatasi penolakan manusia dengan berbagai upaya-Nya dalam menjual. Tetapi selama orang berdosa itu menolak, Allah tidak berdaya.

Calvinisme berkata bahwa manusia selalu melawan karya Allah. Manusia begitu rusak sehingga ia bahkan tidak bisa menginginkan keselamatan. Anugerah yang tidak bisa ditolak mengajarkan bahwa Allah, melalui Roh Kristus, mengatasi penolakan itu. Anugerah Allah lebih besar daripada sekadar persuasi dari orang yang berdosa. Anugerah ini pada dirinya sendiri adalah sikap dari kemurahan hati Allah kepada umat-Nya di dalam Kristus, yang memiliki kuasa yang sedemikian dahsyat sehingga mampu menyelamatkan secara aktual.

Anugerah, anugerah yang tidak bisa ditolak, menyelamatkan dari dosa dan maut, dari kerusakan yang total dan api neraka. Tetapi anugerah ini juga adalah anugerah yang, setelah menyelamatkan, memelihara karya keselamatan itu di dalam hati umat Allah. Bahkan setelah kita diselamatkan, kita terus hidup dengan natur kita yang rusak, yang terus berada di dalam keadaan pemberontakan terhadap Allah. Jika bukan karena anugerah yang tidak bisa ditolak, karya keselamatan akan dikalahkan lagi oleh perlawanan kita. Allah harus, dengan penuh anugerah, memelihara karya-Nya terhadap perlawanan kita.

Selain itu, anugerah yang tidak bisa ditolak bekerja sedemikian rupa di dalam diri kita sehingga penolakan atau perlawanan yang masih ada di dalam natur kita yang berdosa akan dikalahkan secara bertahap. Karya pertama dari anugerah di dalam kelahiran kembali adalah perubahan yang fundamental di kedalaman keberadaan manusia. Karena perubahan ini bersifat fundamental, ini merupakan kemenangan yang begitu utuh sehingga kekalahan tidak akan pernah terjadi setelah itu. Keselamatan yang dimulai di dalam kaum pilihan Allah adalah keselamatan yang tidak dapat dihancurkan. Anugerah yang menyelamatkan adalah seperti kekalahan telak pihak musuh, yang mengenyahkan semua kekuatan yang melawan dan membawa kemenangan total. Tetapi mungkin masih ada tugas “bersih-bersih” yang masih harus dikerjakan untuk membersihkan kantong-kantong perlawanan yang sebenarnya sudah terlalu lemah untuk bisa menyebabkan ancaman jangka panjang namun tetap merupakan hal yang mengusik. Seperti itulah karya anugerah pada awalnya. Itu adalah kekalahan telak dari musuh kita, yaitu natur kita yang berdosa, dan progres dari karya itu adalah “bersih-bersih” yang Allah lakukan terhadap sisa-sisa dosa yang masih ada di dalam diri kita. Kedua hal ini adalah buah dari anugerah yang tidak bisa ditolak.

Tetapi itu pun belum semuanya. Ketika kita mati dan tubuh kita dikubur, jiwa kita dibersihkan dan dimurnikan, dan sisa-sisa terakhir dari dosa disingkirkan dari jiwa kita. Ini pun adalah anugerah yang tidak bisa ditolak. Dan ketika Kristus datang kembali di akhir sejarah dan membangkitkan tubuh kita dari kubur, tubuh kita akan ditransformasikan menjadi seperti tubuh mulia yang Kristus miliki. Saat itu kita akan sepenuhnya diubahkan oleh kuasa anugerah. Anugerah telah menggenapi tujuannya.

Kita masih harus menambahkan satu kebenaran lagi pada daftar yang luar biasa dari apa yang dicapai oleh anugerah yang tidak bisa ditolak ini. Ketika kita berada di sorga bersama Kristus dan seluruh orang kudus, kita akan terus berada di dalam keadaan keterberkatan yang total hanya karena anugerah Allah. Anugerah menyelamatkan kita, anugerah menopang kita, anugerah menyempurnakan kita, anugerah memelihara kita di dalam keterberkatan yang kekal. Semua ini adalah karena anugerah yang tidak bisa ditolak, dan oleh karena itu hanya Allah yang patut dipuji!

 

Bagaimana Allah Mengerjakan Anugerah-Nya di dalam Diri Kita

Allah mengerjakan anugerah yang tidak bisa ditolak ini di dalam hati umat-Nya dengan cara yang khusus. Pasal-Pasal Ajaran Dordrecht mendeskripsikan pekerjaan ini dengan cara yang lebih baik daripada yang bisa kita lakukan.

Orang-orang lain [yang berbeda dari orang-orang yang menolak Injil] yang dipanggil oleh pelayanan Injil, datang dan ditobatkan. Hal itu jangan dipulangkan kepada manusia, seolah-olah kehendaknya yang bebas menyebabkan ia berbeda dari orang-orang lain, yang diperlengkapi karunia yang sama besar atau paling tidak cukup agar mereka percaya dan bertobat (seperti yang dinyatakan oleh kesesatan sombong Pelagius). Sebaliknya, hal itu harus dipulangkan kepada Allah. Sebagaimana sejak semula orang-orang kepunyaan-Nya telah dipilih-Nya dalam Kristus, demikian juga mereka dipanggil-Nya dengan ampuh dalam hidup ini. Dia mengaruniakan kepada mereka iman dan pertobatan, dan setelah melepaskan mereka dari kuasa kegelapan memindahkan mereka ke dalam kerajaan Anak-Nya. Maksud-Nya agar mereka memasyhurkan perbuatan-perbuatan besar Dia, yang telah memanggil mereka ke luar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib, dan supaya jangan mereka bermegah dalam diri mereka sendiri, melainkan di dalam Tuhan, seperti yang disaksikan kitab-kitab para Rasul di mana-mana.
Akan tetapi, bilamana Allah melaksanakan perkenan-Nya itu di dalam orang pilihan, dan mengerjakan di dalam mereka pertobatan yang sejati, maka Dia telah hanya membuat Injil diberitakan kepada mereka dan tidak hanya menerangi pikiran mereka oleh Roh sedemikian kuat, hingga mereka memahami dengan baik dan menilai hal-hal yang berasal dari Roh Kudus ... (III/IV:10-11).

Kita harus berhenti sejenak untuk kutipan dari Pasal-Pasal Ajaran ini, untuk memperhatikan apa yang dikatakan tentang hal yang dilakukan oleh anugerah yang berdaulat dan tidak bisa ditolak. Melalui Injil, anugerah dengan penuh kuasa menerangi pikiran umat Allah sehingga mereka mampu memahami dan menilai hal-hal yang berasal dari Allah. Kadang, ketika kita mendengar kebenaran Injil dikabarkan dengan cara sedemikian rupa sehingga kita sangat tergerak olehnya, kita berkata, “Injil begitu indah, begitu jelas, begitu mudah untuk dipahami. Mengapa orang-orang tidak bisa melihat itu? Mengapa masih ada orang yang menentangnya? Injil begitu mulia, begitu memikat, sehingga seorang anak pun bisa memahaminya dan bergirang di dalamnya. Mengapa orang-orang fasik melawannya?” Jawabannya adalah: Kita akan melakukan hal yang sama tidak peduli seberapa manisnya janji-janji Injil itu dan tidak peduli seberapa jelas kebenaran-kebenaran itu disampaikan. Oposisi terhadap Injil berakar di dalam kebencian, bukan sekadar ketidaktahuan. Dosa begitu dahsyat sehingga karunia yang paling penuh berkat yang bisa diberikan kepada kita pun kita benci dan cemooh. Bahwa Injil bisa begitu manis bagi kita adalah pekerjaan anugerah yang tidak bisa ditolak.

Mari kita lanjutkan ajaran dari Pasal-Pasal Ajaran:

Dia bahkan juga masuk sampai ke dalam batin manusia dengan keampuhan Roh Kudus yang sama itu, yang mengerjakan kelahiran kembali; hati yang tertutup dibuka-Nya, apa yang keras dilunakkan-Nya, apa yang tidak bersunat disunati-Nya, dalam kehendak dituangkan-Nya sifat-sifat baru: kehendak yang tadinya mati dihidupkan-Nya, yang jahat dijadikan-Nya baik, yang tidak bersedia dijadikan-Nya bersedia, yang melawan dijadikan-Nya taat. Dia menggerakkan dan menguatkan kehendak sedemikian, hingga kehendak itu, seperti pohon yang baik, sanggup menghasilkan buah berupa perbuatan-perbuatan baik.
Inilah kelahiran kembali, pembaruan, penciptaan baru, pembangkitan dari antara orang mati, dan karya menghidupkan, yang dimasyhurkan dalam Alkitab dan yang dikerjakan oleh Allah tanpa kita di dalam kita. Kelahiran kembali itu tidak terjadi dalam diri kita hanya melalui bunyi kata-kata pemberitaan, tidak juga oleh nasihat yang lemah lembut ataupun karya yang begitu rupa sehingga setelah Allah menyelesaikan karya itu maka manusia masih dapat menentukan apakah ia dilahirkan kembali atau tidak dan ditobatkan atau tidak. Sebaliknya, hal itu jelas merupakan karya adikodrati, yang amat kuat sekaligus amat lembut, ajaib, tersembunyi, dan tak terkatakan. Menurut kesaksian Alkitab (yang diilhami oleh Dia yang melakukan karya itu), daya karya itu tidak kalah besar dibandingkan dengan penciptaan atau pembangkitan orang mati. Olehnya semua orang yang hatinya menjadi tempat Allah bekerja dengan cara yang menakjubkan ini, pasti dilahirkan kembali dengan cara yang tak tergagalkan dan ampuh, serta benar-benar menjadi percaya ... (III/IV:11-12).

Jika kita berpikir, bahkan untuk sesaat saja, bahwa iman adalah perbuatan kita dan bukan pekerjaan anugerah, Pasal-Pasal Ajaran melanjutkan dengan mengatakan bahwa anugerahlah yang bertanggung jawab bukan hanya untuk karunia iman, tetapi bahkan tindakan untuk percaya itu sendiri. Sebagai buktinya, Pasal-Pasal Ajaran mengutip Filipi 2:13: “... karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya” (Pasal-Pasal Ajaran III/IV:14).

 

Anugerah untuk Seluruh Hidup Kita

Saya yakin bahwa ketika kita akhirnya sampai pada apa yang John Bunyan sebut Kota Sorgawi, setelah bertahun-tahun menjadi peziarah atau musafir, ketika hidup yang melelahkan ini selesai dan seluruh gereja hadir di dalam segenap kemuliaannya, kita akan melihat kembali kepada hidup kita yang berdosa dan penuh pencobaan, penuh dukacita dan derita, untuk merenungkan anugerah Allah yang telah membawa bagi kita keterberkatan yang begitu besar. Kita akan berkata bersama Ratu Syeba, ketika ia takjub dengan kekayaan kerajaan Salomo, “... sungguh setengahnyapun belum diberitahukan kepadaku” (1Raj. 10:7). Kita akan melihat dan memahami anugerah sebagaimana adanya, di dalam segenap kuasanya untuk mengalahkan dosa kita dan memberi kepada kita, yang tidak layak ini, kekayaan yang sedemikian besar.

Kita akan melihat bahwa seluruh hidup yang telah kita jalani, dengan setiap detailnya, di dalam semua pengalaman dan permasalahan, yang Allah berkenan untuk kita alami di dalam lembah air mata ini, adalah semata-mata anugerah. Anugerah umum membuat kita tidak bisa melihat betapa penuh berkatnya anugerah. Anugerah umum mengajarkan bahwa Allah beranugerah kepada semua manusia, dan bahwa anugerah ini dimanifestasikan di dalam karunia-karunia yang baik yang tiba bagi orang-orang fasik dan bagi orang-orang benar secara sama rata. Betapa besar masalah yang disebabkannya! Kitab Suci memberi tahu kita bahwa sudah menjadi aturan umum bahwa orang fasik lebih makmur daripada orang benar – di dalam Mazmur 37 dan 73, misalnya. Apakah jika demikian berarti orang fasik lebih diberkati daripada orang benar? Dan memang seluruh Kitab Suci mengatakan bahwa orang benar menderita jauh lebih banyak daripada orang fasik, karena itulah bagian mereka yang telah ditetapkan oleh Allah (mis. Kis. 14:22). Jika kemakmuran adalah berkat dan kemurahan hati, apakah penderitaan adalah kutuk dan kebencian Allah terhadap kita? Betapa merusaknya ajaran sesat ini bagi anak Allah!

Anugerah diberikan kepada mereka yang baginya Kristus telah mati. Anugerah seperti ini, anugerah yang tidak dapat ditolak, adalah mutlak diperlukan di sepanjang hidup. Anak Allah selalu bergantung pada anugerah Allah. Bagaimana bisa dijelaskan jika kita terlahir di dalam keluarga Kristen dengan orang tua yang saleh? Anugerah yang tidak bisa ditolak. Bagaimana kita menjelaskan bahwa kita diberi hak istimewa untuk meminum iman Reformed bersama air susu dari ibu kita? Anugerah dan hanya anugerah. Atau, bagaimana kita bisa terlahir dengan orang tua yang tidak percaya dan setelah bertahun-tahun menjalani hidup yang tidak bertobat barulah kita dibawa kepada iman kepada Kristus? Hanya anugerah Allah yang bisa menjelaskan ini. Bagaimana bisa dijelaskan bahwa jalan dosa yang panjang menjadi jalan yang membawa kita, pada akhirnya, kepada kebenaran iman Reformed? Anugerah Allah, anugerah yang tidak bisa ditolak, kekal, efektual, dan ajaib.

Anugerah memampukan kita untuk membawa anak-anak balita kita yang meninggal ke tempat pemakaman dengan kepercayaan yang rendah hati kepada Allah. Anugerah memampukan kita untuk menanggung dengan sabar di dalam penyakit dan sengsara, di dalam beban dan kekhawatiran kehidupan. Bahkan ketika kita berkata, “Saya tidak sanggup lagi; beban ini terlalu berat,” Allah memberikan anugerah-Nya sehingga kita bisa menanggung apa yang terlihat sebagai beban yang mustahil bagi kita. Ketika jalan peziarahan menjadi terlalu sukar untuk dilalui, perkataan Kitab Suci menggema di dalam hati kita: “Anugerah-Ku cukup bagimu. Berjalanlah terus, hai musafir yang berletih lelah; teruslah menuju tempat tujuanmu tanpa terjatuh. Anugerah-Ku menopang dan mendukungmu. Aku akan menyertaimu untuk memberi pertolongan di dalam setiap kebutuhan.” Ketika Iblis datang untuk mencobai kita agar berdosa dan ketika kengerian karena peperangan melawan kejahatan menyedot kekuatan kita; ketika kita terluka dan lelah, babak belur dan luka-luka oleh dosa; ketika kita hanya ingin meletakkan senjata peperangan rohani kita; Allah berkata, “Dan setelah melakukan semua itu, bangkitlah! Aku akan menyertaimu dan memberimu anugerah-Ku. Di dalam Anakku, Aku telah melakukan peperangan ini bagimu dan mendapatkan kemenangan di mana kamu akan berbagian. Iman adalah kemenangan yang mengalahkan dunia.”

Ketika kita berdosa dan tangan Allah yang mendisiplinkan itu ada di atas kita, dan kita mengeluh di bawah kesukaran karena amarah-Nya, kita tidak boleh berkata di dalam keputusasaan, “Tuhan telah meninggalkan saya. Tuhan tidak peduli terhadap apa yang terjadi pada saya.” Kita tidak boleh mengatakan hal-hal seperti itu karena hajaran adalah anugerah, anugerah dari Bapa yang pengasih yang, melalui anugerah hajaran itu, meneguhkan kembali kaki kita, menempatkan kita kembali di jalan menuju ke sorga, dan mengajari kita tentang kehadiran-Nya yang penuh berkat.

Anugerah memampukan kita untuk bertekun di jalan kita di dalam kehidupan, untuk menyangkal diri kita dan memikul salib kita setiap hari dan terus menempuh jalan kita. Anugerah memimpin kita ke salib di mana ketika kita berdosa kita bisa mendapatkan pengampunan dan sukacita di dalam Dia yang telah mengasihi kita bahkan sampai mati. Dan ketika akhirnya kita harus berjalan melalui lembah bayang-bayang maut, anugerah menopang kita di sepanjang penggalan jalan terakhir itu. Ketika akhirnya kita tiba di rumah dan mendengarkan kata-kata Juruselamat kita, “Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia.... Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu” (Mat. 25:23), ini adalah anugerah, anugerah yang murni, tidak ada hal lain apa pun selain anugerah.

 

Bagaimana Allah Mengerjakan Anugerah di dalam Diri Kita di Sepanjang Hidup Kita

Bagaimana Allah mengerjakan anugerah itu di dalam diri kita di sepanjang hidup kita? Ini juga merupakan pertanyaan yang penting.

Bertahun-tahun yang lalu, seorang jemaat – seorang suami dan ayah dari beberapa orang anak yang masih tinggal serumah – yang sekarat karena kanker, datang kepada saya dengan emosi yang sangat terganggu. Ia khawatir jangan-jangan dirinya bukan anak Allah. Ketika saya menanyakan alasan bagi ketakutannya itu, ia memberi tahu saya, “Mereka yang adalah anak-anak Allah merasa puas dan bahagia dengan cara Allah memimpin hidup mereka. Saya tidak merasa puas dan bahagia. Saya ingin tetap bersama keluarga saya dan saya merasa hampir tidak bisa berpikir tentang meninggalkan mereka. Oleh karena itu, saya tidak bisa percaya bahwa saya adalah anak Allah. Saya tidak memiliki anugerah yang menyebabkan rasa puas itu.”

Setelah kami berbincang-bincang sejenak, saya menanyakan apakah ia menganggap anugerah sama seperti sebotol penisilin, dengan petunjuk untuk meminumnya setiap empat jam dan infeksinya akan sembuh. Setelah berpikir sejenak ia menjawab ya. Ya, ia telah berpikir tentang anugerah seperti itu. Tetapi Allah tidak mengerjakan anugerah-Nya dengan cara itu. Ia tidak mengirimi kita kesukaran tertentu kemudian memerintahkan kita untuk berdoa, lalu membiarkan anugerah itu bekerja secara otomatis dan secara terpisah dari pengalaman kita untuk menghilangkan kekhawatiran dan ketakutan kita. Ia selalu memperlakukan kita sebagai manusia yang rasional dan moral. Ia tidak, seperti yang suka dikatakan oleh gembala sidang saya di waktu yang lalu, membawa kita ke sorga dengan gerbong untuk tidur buatan Pullman. Anugerah diberikan kepada kita, anugerah yang cukup, anugerah yang tidak bisa ditolak, tetapi bukan anugerah yang murahan. Anugerah tiba melalui jalan pergumulan, perang melawan keraguan, doa, berpegang teguh dengan iman pada Kitab Suci, dan mata yang tertuju kepada Kristus yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan.

Anugerah tidak pernah bekerja secara otomatis dan secara terpisah dari kesadaran kita. Anugerah bekerja dengan cara sedemikian rupa sehingga pikiran dan kehendak kita diubahkan. Sementara kita adalah seteru Allah, Ia memulai pekerjaan anugerah di dalam hati kita. Ia melakukannya, pada momen pertama dari pekerjaan Roh, secara terpisah dari kesadaran kita. Tetapi kemudian Roh, yang dikaruniakan dengan penuh anugerah, menyebabkan pikiran kita mengetahui dan memahami kebenaran, dan, setelah memahaminya, mengasihi kebenaran itu. Ia menyebabkan kehendak kita, secara tiba-tiba dan misterius, mengasihi hal yang sebelumnya kita benci dan dengan sungguh-sungguh mencari hal yang tadinya benar-benar tidak kita sukai. Sementara di awal bekerjanya anugerah ada pengertian bahwa kita ditarik ke dalam keselamatan berlawanan dengan kehendak kita, anugerah menjadikan kita mau dididik, menjadi hamba Kristus yang rela dan sungguh-sungguh, yang bersyukur atas keselamatan yang diberikan kepada kita di dalam Kristus.

Yesus, ketika menjelaskan tentang anugerah yang menyelamatkan, memberi tahu orang banyak yang tidak mau percaya bahwa Ia adalah roti hidup, “Tidak ada seorangpun yang dapat datang kepada-Ku, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus Aku” (Yoh. 6:44). Kata “tarik” adalah kata yang kuat yang berarti “tarik dengan tenaga yang sangat kuat,” seperti yang akan orang lakukan di dalam pertandingan tarik tambang. Tetapi tarikan anugerah yang kuat dan tidak bisa ditolak ini adalah satu tarikan yang menarik kehendak kita yang tegar tengkuk itu ke dalam keadaan ketaatan yang rela dan penuh sukacita kepada-Nya, dan pikiran kita yang digelapkan oleh dosa ke dalam terang kebenaran.

Yesus kemudian menambahkan, “Ada tertulis dalam kitab nabi-nabi: Dan mereka semua akan diajar oleh Allah. Dan setiap orang, yang telah mendengar dan menerima pengajaran dari Bapa, datang kepada-Ku” (Yoh. 6:45, mengutip Yes. 54:13). Maksud Tuhan sangat jelas. Tarikan anugerah yang tidak bisa ditolak tiba melalui pemberitaan Injil. Cara anugerah dikerjakan di dalam hati dan hidup umat Allah adalah melalui pemberitaan atau khotbah. Dalam kenyataannya, sejak Reformasi, khotbah, bersama sakramen-sakramen, telah disebut sebagai sarana-sarana anugerah. Semuanya ini adalah sarana-sarana Allah untuk mengerjakan anugerah yang tidak bisa ditolak di dalam hati kaum pilihan.

Meskipun ini bukanlah forum untuk membahas secara panjang lebar doktrin Alkitab tentang pemberitaan Injil, beberapa poin perlu disampaikan.

Pemberitaan atau khotbah adalah tugas gereja Kristus, yang dilaksanakan oleh gereja melalui para hamba Tuhan yang ditahbiskan. Artinya, sidang jemaat setempat, yang didirikan oleh Kristus, dipanggil untuk berkhotbah, sebuah tugas yang dijalankan oleh para hamba Tuhan yang dipanggil dan ditahbiskan untuk tugas itu. Ini mengimplikasikan, pertama, bahwa berkhotbah bukanlah tugas dari setiap orang yang merasa terpanggil dan memutuskan bagi dirinya sendiri bahwa ia mau berkhotbah. Hanya gereja yang berkhotbah, melalui para hamba Tuhan yang gereja itu sendiri panggil. Ini berarti, yang kedua, bahwa berkhotbah adalah panggilan tunggal gereja. Gereja bukanlah untuk terlibat di dalam pekerjaan untuk memperbaiki berbagai kondisi sosial. Gereja bukanlah perkumpulan sosial untuk menyediakan aktivitas bagi kaum lansia, kaum muda, dan kaum lajang yang cukup berumur. Khotbah juga bukanlah penyampaian homili-homili moral atau wacana yang terpelajar. Khotbah bukan dimaksudkan untuk persuasi moral; juga bukan presentasi tentang Kristus kepada semua orang, ditawarkan kepada orang banyak, dan disertai dengan permohonan agar orang banyak itu mengambil kesempatan untuk menerima Kristus.

Ketika khotbah terjadi dengan cara yang sesuai dan alkitabiah, dan ketika Kitab Suci menjadi isi tunggal dari khotbah itu, maka Kristus berfirman. Hal ini jelas dari kesaksian Roma 10:14-15 dan Yohanes 10:3-4. Oleh karena itu, bahwa khotbah bukanlah permohonan yang hambar dan tanpa daya dari Kristus yang berduka yang permohonan-Nya sering kali tidak dihiraukan. Khotbah adalah “kekuatan Allah yang menyelamatkan” (Rm. 1:16). Firman Allah yang dikhotbahkan tidak pernah kembali kepada Allah tanpa menggenapi tujuannya. Firman Allah dikhotbahkan untuk menyelamatkan kaum pilihan melalui anugerah, tetapi juga mengeraskan orang yang tidak percaya di dalam murka. Keduanya adalah tujuan Allah; keduanya selalu tergenapi.

Kuasa dari khotbah bukanlah di dalam kemampuan oratorikal, keterampilan eksegetis, bakat homiletis, atau kemampuan persuasi seorang pengkhotbah. Kuasa dari khotbah terletak secara eksklusif di dalam karya Roh Kudus. Roh Kudus mengerjakan anugerah di dalam hati semua orang yang telah ditentukan untuk hidup yang kekal. Roh Kudus adalah sumber dari segala anugerah yang menyelamatkan. Tetapi Roh Kudus mengikatkan diri-Nya pada pemberitaan Injil. Ia tidak akan bekerja secara terpisah dari Injil. Ia tidak akan memberikan anugerah di mana Injil tidak diberitakan. Ia mengikat diri-Nya pada khotbah – khotbah dari Kitab Suci di mana Ia sendiri adalah Penulisnya.

Roh Kudus adalah pengajar kita di dalam Kitab Suci dan sumber dari kasih kita kepada kebenaran Firman Allah. Maka, ketika Roh Kudus mengerjakan anugerah secara tidak bisa ditolak di dalam hati umat Allah, Ia melakukan itu dengan mengajari mereka di dalam segala sesuatu yang Kitab Suci sampaikan. Ia mengajari mereka tentang seluruh pekerjaan Allah yang luar biasa. Ia menunjukkan kepada mereka dari Kitab Suci pekerjaan agung apa yang telah Allah lakukan di dalam Kristus untuk menyelamatkan kaum pilihan-Nya. Ia, melalui Kitab Suci, membuat umat Allah mengenal semua janji yang Allah berikan kepada umat-Nya. Tetapi Roh menggunakan semua pengajaran ini untuk menerapkan berkat-berkat yang Kitab Suci sampaikan kepada orang-orang kudus agar mereka secara aktual menjadi pemilih berkat-berkat yang begitu agung itu. Dengan perkataan lain, semua anugerah dari Allah yang Mahakuasa tiba kepada umat Allah melalui pengetahuan mereka akan Kitab Suci yang dikerjakan oleh Roh Kudus. Anugerah juga tidak bisa ditolak ketika diberikan melalui pemberitaan Kitab Suci.

Umat Allah diajari tentang Kitab Suci dengan cara sedemikian rupa sehingga pembelajaran yang diberikan oleh Kitab Suci menjadi sukacita yang paling utama di dalam hidup mereka. Roh tidak mengajari kita seperti guru yang memaksa murid untuk mempelajari tabel perkalian berlawanan dengan kehendaknya. Roh menunjukkan kepada kita keindahan ajaran-ajaran Allah dan sukacita yang menjadi milik kita di dalam mempelajari semuanya itu. Dan Roh memberi kita sukacita untuk mempelajari perkara-perkara Allah dengan menerapkan semua ajaran ini pada hidup kita di dalam dunia. Ia menunjukkan kepada kita bagaimana ajaran-ajaran ini memberi penghiburan pada saat berduka, pertolongan pada saat dibutuhkan, sukacita pada saat bersedih, kekuatan pada saat lemah. Ia menunjukkan hal-hal ini kepada kita dengan secara aktual menghibur kita pada saat kita berduka dan menguatkan kita pada saat kita lemah. Itulah anugerah yang menyelamatkan. Itulah manifestasi dari kemurahan hati Allah kepada kita yang adalah orang-orang berdosa yang tidak layak.

Kita mungkin menyeret langkah yang berat ketika memasuki gereja pada Minggu pagi karena letih dengan pergumulan melawan dosa, menyadari semua kegagalan dan kekurangan kita, dan gentar untuk datang ke hadapan Allah, karena dukacita di dalam jiwa kita. Tetapi kemudian tibalah perkataan Kristus: “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu” (Mat. 11:28), dan Roh menerapkan Firman itu secara tidak bisa ditolak pada hati kita, mengalahkan dukacita dan kegentaran kita dan menarik kita kepada Kristus dengan kuasa Firman yang dikhotbahkan.

Kita mungkin datang ke dalam rumah Allah pada Hari Tuhan sambil menangis dengan kesedihan yang dengannya kita mengubur orang yang kita kasihi. Injil tiba dengan kabar baiknya tentang kemenangan kebangkitan Kristus dan kemuliaan yang merupakan lingkaran cahaya bagi kematian kita, karena kematian adalah pintu menuju sorga. Roh Kudus tidak hanya menjelaskan kebenaran tentang kebangkitan; Ia menerapkan kebenaran itu pada hati kita dengan cara sedemikian rupa sehingga Ia berkata, “Kebenaran ini adalah untukmu.” Dan air mata kita dihapus, oleh anugerah yang tidak bisa ditolak dari Injil yang tiba kepada kita.

Anugerah tiba kepada kita dengan cara sedemikian rupa sehingga anugerah itu mengerjakan secara tidak bisa ditolak jaminan bagi keselamatan kita di dalam Kristus, karena iman adalah jaminan. Ketika kita menerima kebenaran-kebenaran yang penuh berkat dari Injil dengan iman, kita melakukannya dengan iman yang memberi kita jaminan bahwa semua berkat yang Injil bicarakan adalah warisan milik kita. Dengan kata lain, anugerah yang tidak bisa ditolak memberi jaminan pribadi.

Oleh karena itu, anugerah yang tidak bisa ditolak bukanlah seperti sesendok obat. Anugerah diberikan di dalam seluruh kelemahan kita, di dalam pergumulan dan ujian kita, di tengah-tengah seluruh pencobaan kita oleh hantaman Iblis. Anugerah menyampaikan kepada kita perkataan Allah sendiri, “Aku menyediakan hal-hal besar bagimu. Aku akan menjagamu di sepanjang hidupmu. Aku bermurah hati kepadamu dan bergirang karenamu. Aku mengasihimu dan akan menikahimu pada waktunya. Kamu adalah anak-Ku dan Aku menyediakan warisan besar yang menantikanmu. Bertekunlah di dalam panggilanmu dan lakukanlah pertandingan iman yang baik. Jika kamu berdosa, Aku akan mengampunimu dan menunjukkan kepadamu salib dan karya Anak-Ku. Jika Aku melakukan hal-hal atas dirimu yang membuatmu bingung, menyebabkanmu mempertanyakan kebaikan-Ku, memenuhimu dengan kegentaran dan kemarahan, ingatlah, Aku lebih besar daripadamu dan mengetahui jalan terbaik untuk mempersiapkan dirimu bagi kemuliaan. Aku memanggilmu untuk berjalan dengan iman, bukan dengan penglihatan. Aku tidak menuntutmu untuk memahami jalan-jalan-Ku, tetapi Aku menuntutmu untuk memercayai Firman-Ku. Anugerah-Ku cukup bagimu. Kamu akan tiba di rumah dengan selamat.”

Rasul Yohanes, ketika berbicara tentang inkarnasi Kristus, berkata, “Karena dari kepenuhan-Nya kita semua telah menerima kasih karunia (anugerah) demi kasih karunia (anugerah)” (Yoh. 1:16). Metafora yang diimplikasikan ini sangat limpah. Anugerah sebagai ganti anugerah yang lainnya – seperti gelombang samudera yang menyapu pantai – satu anugerah mengganti anugerah yang lainnya, anugerah yang datang setelah anugerah yang mendahuluinya, seperti gelombang yang datang setelah gelombang yang mendahuluinya; anugerah untuk kebutuhan saat ini, dan ketika muncul kebutuhan baru, datang pula satu gelombang anugerah yang baru. Kita selalu akan menerima anugerah. Anugerah ada bagi kita dan dicurahkan bagaikan gelombang-gelombang dari samudera kasih Allah yang tidak pernah berubah dan yang tidak terukur dalamnya; selalu diberikan, selalu tidak bisa ditolak, selalu memberi pujian dan kemuliaan bagi Allah!

Kitab Suci berbicara tentang upah kita yang akan Allah berikan kepada kita untuk perbuatan kita. Pengakuan Iman Belanda memberi tahu kita bahwa upah bagi perbuatan kita pun adalah anugerah:

Jadi, kita melakukan perbuatan, tetapi bukan dengan maksud memperoleh upah, – sebab upah apa yang yang layak kita peroleh? – tetapi kita malah wajib berterima kasih kepada Allah atas perbuatan baik yang kita lakukan, dan bukannya Dia yang harus berterima kasih kepada kita, karena Dialah yang mengerjakan di dalam kita baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya. Maka baiklah kita memperhatikan apa yang tertulis, Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan. Sementara itu, kita tidak hendak menyangkal bahwa Allah mengganjar perbuatan-perbuatan baik. Akan tetapi, oleh kasih karunia (anugerah)-Nya dimahkotai-Nya pemberian-Nya (Artikel 24).

Bahkan upah kita di sorga adalah anugerah yang tidak bisa ditolak! Kebenaran tentang anugerah yang tidak bisa ditolak adalah satu-satunya penghiburan dan pengharapan kita.

Bab 6: Ketekunan Orang-Orang Kudus

Untuk bahan-bahan lain dalam bahasa Indonesia, klik di sini.