Covenant Protestant Reformed Church
Bookmark and Share

Pelajaran dari Pohon Jarak Yunus

Rev. Angus Stewart

 

(1)

Setelah Allah menggunakan seekor ulat untuk menghancurkan pohon jarak yang di bawahnya Yunus bernaung dari terik matahari, Ia berargumentasi dengan nabi yang sedang kesal itu di dalam apa yang mungkin merupakan ayat-ayat yang paling tidak dipahami sekaligus paling menantang dari kitab tersebut: “Engkau sayang kepada pohon jarak itu, yang untuknya sedikitpun engkau tidak berjerih payah dan yang tidak engkau tumbuhkan, yang tumbuh dalam satu malam dan binasa dalam satu malam pula. Bagaimana tidak Aku akan sayang kepada Niniwe, kota yang besar itu, yang berpenduduk lebih dari seratus dua puluh ribu orang, yang semuanya tak tahu membedakan tangan kanan dari tangan kiri, dengan ternaknya yang banyak?” (Yun. 4:10-11).

Tentu saja Yunus seharusnya tidak memerlukan pelajaran dari perikop kita untuk bisa tunduk kepada Yehova dan menerima dengan sepenuh hati bahwa Ia menghancurkan pohon jarak itu dan menyelamatkan Niniwe. Seandainya Yunus mempertimbangkan berbagai providensi Allah yang ajaib bagi-Nya! Ingatlah badai yang terjadi (1:4-16) dan ikan besar itu (1:17-2:10). Ikan besar itu berada persis di tempat yang tepat untuk menghentikan Yunus dari mati tenggelam; di dalam perut ikan itu,Yunus secara ajaib dipelihara selama tiga hari; dan ikan itu memuntahkan Yunus ke daratan di bagian yang tepat dari wilayah Mediterania.

Seandainya Yunus benar-benar memahami dua ayat kunci di dalam kitab itu: “Keselamatan adalah dari TUHAN!” (2:9) dan “Engkaulah Allah yang pengasih dan penyayang, yang panjang sabar dan berlimpah kasih setia serta yang menyesal karena malapetaka yang hendak didatangkan-Nya” (4:2)! Keduanya adalah pengakuan iman mengenai Allah dan keselamatan-Nya yang Yunus sendiri ucapkan.

Seandainya Yunus memperhatikan dua teguran halus dari Allah: “Layakkah engkau marah?” (4:4, 9)! Tetapi ia tidak memperhatikan itu, sehingga ia membutuhkan ajaran dan koreksi lain.

Pada poin ini, orang bisa saja menyarankan beberapa opsi ilahi yang hipotetis. Pertama, Yehova bisa saja membinasakan Yunus. Bagaimanapun, bukankah itu yang diinginkan oleh Yunus (4:3, 8, 9) dan jelas ia layak menerimanya. Kedua, Allah bisa menyiksa Yunus, menambahkan lebih banyak kesulitan sampai Yunus berseru, “Cukup, aku menyerah! Aku bisa menerima kalau Engkau menyelamatkan Niniwe!” Ketiga, Allah bisa saja membiarkan nabi itu merajuk: “Yunus ingin melakukan maunya sendiri, biarkan saja ia berkubang di dalam kekesalannya sendiri di pondoknya; sebentar lagi ia juga sudah bosan.” Keempat, Allah dapat mentransformasi Yunus dengan sekejap dengan menguduskan dia secara luar biasa sehingga ia segera bersukacita di dalam jalan Yehova yang bijak dan kudus terhadap Niniwe dan dirinya. Tetapi ini semua bukanlah cara-cara Allah bekerja dengan Yunus. Dan syukurlah, ini semua juga bukan cara Bapa sorgawi kita (pernah atau biasanya) bekerja dengan umat-Nya atau kita secara pribadi!

Dalam kesempatan yang akan datang, kita akan menjelaskan lebih lanjut kedua ayat yang terakhir yang sekaligus menjadi klimaks dari Kitab Yunus ini. Kedua ayat tersebut memberikan dasar bagi celaan terhadap kemarahan dan kekesalan Yunus mengenai pohon jarak dan Niniwe, dan pembenaran bagi kemurahan hati dan pengampunan Allah atas kota itu. Penutup yang sangat tepat dan kuat bagi kitab ini memampukan kita untuk memahami maknanya – alasan yang baik untuk memperhatikan artikel-artikel mengenai Yunus 4:10-11 ini!


(2)

Bagaimanakah Allah memulihkan nabi-Nya yang sedang marah dan merajuk di dalam Yunus 4:10-11?

Pertama, Yehova melakukannya dengan cara yang sesuai dengan diri-Nya dan natur-Nya. Seperti yang Yunus akui, Ia adalah “Allah yang pengasih dan penyayang, yang panjang sabar dan berlimpah kasih setia” (ay. 2). Seperti inilah cara-Nya menghadapi Yunus di seluruh kitab ini maupun di dalam perikop yang sedang kita perhatikan.

Kedua, Yehova menghadapi Yunus sebagai makhluk rasional dan moral. Allah berargumen dengan Yunus sebagai makhluk rasional. Ia berbicara kepada Yunus mengenai perkara moral, etis, dan rohani sebagai makhluk moral. Yehova datang kepada Yunus dengan Firman-Nya dan menggunakan Firman itu sebagai sarana anugerah. Ini pula yang dilakukan oleh Bapa sorgawi kita kepada kita.

Ketiga, Allah menghadapi Yunus seturut situasinya, di mana Yunus berada (jika bisa dikatakan demikian). Allah telah mendekritkan dan memerintahkan semua keadaan di dalam peristiwa ini (dan, tentu saja di dalam segenap hidup Yunus, dan hidup kita juga). Ia “menentukan” sebatang pohon jarak (ay. 6), seekor ulat (ay. 7), dan angin timur yang panas terik (ay. 8), dan Ia berbicara kepada Yunus di dalam situasinya, sama seperti Kristus berbicara kepada perempuan Samaria di sumur sesuai situasi perempuan itu – mengenai diri-Nya sebagai air hidup, dosa-dosa perempuan itu terhadap perintah ketujuh, ide-ide Samaria yang perempuan itu miliki tentang tempat-tempat suci dan Mesias (Yoh. 4:5-26). Seperti ini pulalah Allah Tritunggal menghadapi kita – di dalam keadaan dan situasi kita, di mana kita berada.

Secara khusus, bagaimanakah Allah menghadapi Yunus dengan cara yang sesuai dengan natur-Nya dan natur Yunus (makhluk rasional dan moral) dan keadaan Yunus? Yehova datang dengan sebuah pertanyaan, pertanyaan yang menjelaskan dan menginsafkan. Di dalam pertanyaan-Nya, Allah membuat perbandingan dan membentuk kontras antara Yunus dan diri-Nya sendiri: “Engkau sayang kepada pohon jarak itu, yang untuknya sedikitpun engkau tidak berjerih payah dan yang tidak engkau tumbuhkan, yang tumbuh dalam satu malam dan binasa dalam satu malam pula. Bagaimana tidak Aku akan sayang kepada Niniwe, kota yang besar itu, yang berpenduduk lebih dari seratus dua puluh ribu orang, yang semuanya tak tahu membedakan tangan kanan dari tangan kiri, dengan ternaknya yang banyak?” (Yun. 4:10-11).

Lebih khusus lagi, perbandingan dan kontras itu adalah antara Yunus dan rasa sayangnya kepada pohon jarak, di satu sisi; dan Yehova dan rasa sayang-Nya kepada Niniwe, di sisi lainnya: “Engkau sayang kepada pohon jarak itu, yang untuknya sedikitpun engkau tidak berjerih payah dan yang tidak engkau tumbuhkan, yang tumbuh dalam satu malam dan binasa dalam satu malam pula. Bagaimana tidak Aku akan sayang kepada Niniwe, kota yang besar itu, yang berpenduduk lebih dari seratus dua puluh ribu orang, yang semuanya tak tahu membedakan tangan kanan dari tangan kiri, dengan ternaknya yang banyak?” (ay. 10-11).

Meskipun tidak semua unsur dari kedua sisi perbandingan ini dinyatakan secara eksplisit, kita bisa mengidentifikasi empat faktor berbeda di dalam kontras antara rasa sayang Yunus kepada pohon jarak itu dan rasa sayang Allah kepada Niniwe.

Pertama, ada faktor waktu. Mengenai pohon jarak, pohon itu “tumbuh dalam satu malam dan binasa dalam satu malam pula” (ay. 10). Ini merujuk kepada dua malam yang berbeda namun berurutan, sehingga pohon jarak itu hidup sekitar 24 jam. Di sisi lain, antikuitas adalah salah satu bagian yang menjadikan Niniwe “kota yang besar” (ay. 11). Kota itu sudah bermula sejak masa Nimrod (Kej. 10:9-11), sekitar 1.500 tahun sebelum Yunus. Bisakah Anda lihat perbandingan menyangkut waktu ini? Argumen Allah adalah: “Jika kamu berhak untuk sayang kepada pohon jarak yang umurnya 24 jam itu, Yunus, tidak bisakah Aku sayang kepada sesuatu yang sudah bertahan selama satu setengah milenium?”

Kedua, ada faktor kerja. Yunus tidak menggali lubang bagi pohon jarak itu, menanamnya dari benih, memupuknya, menyiraminya, memberinya penyanggah, atau melindunginya. Seperti yang Allah katakan kepada Yunus, “Engkau sayang kepada pohon jarak itu, yang untuknya sedikitpun engkau tidak berjerih payah dan yang tidak engkau tumbuhkan” (Yun. 4:10). Tetapi, di dalam providensi Allah yang bijaksana, Ia telah membangun tembok-tembok Niniwe yang kuat, rumah dan jalan yang banyak, beserta seluruh keluarga dan orang-orang yang ada di dalamnya. Argumennya sederhana: Yunus sayang kepada sesuatu yang di dalamnya ia sama sekali tidak berbagian apa pun dalam kerja, sedangkan Allah sayang kepada sebuah kota yang telah Ia bangun di dalam providensi-Nya yang berdaulat.

Ketiga, ada pula apa yang kita sebut faktor “nilai.” Pohon jarak hanyalah sebatang tanaman, sedangkan Niniwe memiliki ternak dan juga manusia. Coba pikirkan tentang seorang pengemudi mobil yang menabrak satu orang dan seekor anjing lalu melintasi halaman rumput seseorang, sebelum ngebut meninggalkan tempat. Seorang yang lewat di sana mengabaikan erangan orang dan rintihan anjing yang tertabrak itu, tetapi dengan tergopoh-gopoh menuju ke halaman rumput untuk menyesali kerusakan karena bekas lintasan pada rumput itu. Seorang lain yang lewat di sana cepat-cepat menolong anjing itu, tanpa memedulikan orang yang tertabrak. Tetapi jelas anjing lebih penting daripada halaman rumput dan orang itu lebih tinggi nilainya daripada anjing tersebut (bdk. Mat. 10:31)! Tetapi Yunus marah mengenai pohon jarak (sebatang tanaman); ia tidak peduli terhadap orang banyak dan ternak di Niniwe; ia bahkan marah bahwa mereka tidak mati!

Keempat, ada faktor jumlah. Pohon jarak itu hanya satu batang. Di Niniwe ada 120.000 anak kecil yang masih belum tahu membedakan tangan kanan dari tangan kiri (Yun. 4:11). Usia berapakah itu, dan berapa rasio antara anak-anak berusia itu dan populasi selebihnya pada zaman itu, ketika tingkat harapan hidup jauh lebih rendah daripada di dunia Barat pada abad kedua puluh satu? Kebanyakan menerka 1:5. Ini akan menjadikan populasi Niniwe, baik di dalam maupun di dekat tembok kota, total berjumlah sekitar 720.000 jiwa. “Ternaknya yang banyak” (ay. 11) terdiri dari sapi, kambing, domba, lembu, kuda, keledai, unta, dll., yang jumlahnya bisa puluhan ribu, jika bukan lebih banyak lagi.

Tragedinya adalah bahwa Yunus lebih memperhatikan hilangnya satu batang tanaman daripada binasanya sekitar tiga per empat juta orang dan puluhan ribu ternak. Bagi Yunus, satu tanaman lebih penting daripada satu juta laki-laki, perempuan, anak kecil, dan binatang. Kenyataannya, Yunus marah, bahkan sangat marah, bahwa satu batang tanaman mati dan 720.000 orang dan seluruh ternak tidak mati! Bagaimana dengan kasih kita kepada sesama kita (Mat. 22:39) dan kerinduan kita akan keselamatan mereka (Rm. 9:1-3; 10:1)?


(3)

Bagaimanakah Yunus yang terjemur terik matahari, yang sedang marah di dalam pondoknya di luar kota Niniwe, bisa sampai mengevaluasi keadaan dengan begitu salah dan jahat (Yun. 4:1-9)? Mengapa ia menganggap begitu pentingnya satu tanaman yang hanya bertahan 24 jam yang untuknya ia tidak melakukan apa pun? Mengapa ia memandang begitu tidak bernilainya jiwa dari 720.000 orang dan ternak yang begitu banyak yang ada di dalam kota kuno itu?

Ada satu faktor yang sama di sini. Yunus, dirinya sendiri! Keegoisan Yunus! Ia marah terhadap Allah yang mematikan pohon jarak itu karena tanaman itu memberinya (Yunus) tempat berteduh. Ia sangat marah terhadap Yang Mahakuasa karena tidak membunuh orang Niniwe yang begitu banyak itu beserta ternak mereka, karena ia (Yunus) membenci bangsa itu dan ia (Yunus) tidak ingin Yehova menghakimi Israel, negaranya sendiri.

Singkat kata, Yunus mempertahankan bahwa pohon jarak itu seharusnya hidup, dan ribuan orang dan ternak di Niniwe seharusnya mati, karena keinginan-keinginannya sendiri yang berdosa. Sang nabi yang “marah” itu (ay. 1) bahkan berkata langsung kepada Penciptanya bahwa ia berhak untuk “marah” mengenai hal tersebut, bahkan “sampai mati” (ay. 9)!

Jadi, apakah Yunus kemudian bertobat dari kekerasan hatinya dan kebutaan pikirannya? Kitab ini tidak mengatakan apa pun tentang itu secara langsung, tetapi saya sangat yakin bahwa Yunus bertobat, karena tiga alasan utama.

Pertama, meskipun Yunus telah terjatuh ke dalam dosa yang besar, ia tetap seorang anak Allah dan Tuhan selalu membawa putra dan putri-Nya kembali kepada persekutuan dengan diri-Nya melalui pertobatan, seperti halnya sang anak yang hilang. Pasal-Pasal Ajaran Dordrecht menjelaskannya dengan baik: “Sebab, pertama-tama, tiap-tiap kali mereka jatuh ke dalam dosa dengan cara demikian, tetap dipelihara-Nya di dalam mereka benih-Nya yang tidak fana, yang olehnya mereka telah dilahirkan kembali, supaya benih itu tidak binasa atau terbuang. Selanjutnya sudah pasti mereka diperbarui-Nya dengan ampuh oleh Firman dan Roh-Nya, sehingga mereka bertobat. Maksudnya, supaya mereka sungguh-sungguh berdukacita menurut kehendak Allah karena dosa-dosa yang telah dilakukannya; oleh iman dan dengan hati yang patah dan remuk mereka memohon dan memperoleh pengampunan dalam darah Sang Pengantara; mereka merasakan kembali kasih karunia Allah, yang kini telah diperdamaikan dengan mereka; mereka menyembah kemurahan dan kesetiaan-Nya dan untuk selanjutnya mereka makin berusaha untuk mengerjakan keselamatan mereka dengan takut dan gentar” (V:7).

Kedua, Yunus telah menulis kitabnya, sebagaimana keenam belas nabi penulis menuliskan kitab-kitab mereka sendiri yang diilhami, oleh “Roh Kristus, yang ada di dalam mereka” (1Ptr. 1:11).

Ketiga, baca kembali argumen Yehova yang tidak terbantah, yang dijelaskan di dalam News yang sebelumnya, di dalam terang anugerah dan hikmat-Nya yang tidak dapat ditolak: “Lalu Allah berfirman: ‘Engkau sayang kepada pohon jarak itu, yang untuknya sedikitpun engkau tidak berjerih payah dan yang tidak engkau tumbuhkan, yang tumbuh dalam satu malam dan binasa dalam satu malam pula. Bagaimana tidak Aku akan sayang kepada Niniwe, kota yang besar itu, yang berpenduduk lebih dari seratus dua puluh ribu orang, yang semuanya tak tahu membedakan tangan kanan dari tangan kiri, dengan ternaknya yang banyak?’” (Yun. 4:10-11). Yehova menggunakan perkataan yang kuat ini sebagai sebuah sarana anugerah yang penuh kuasa bagi Yunus sehingga ia melihat kebodohan, keegoisan, dan kejahatannya. Ia mungkin saja merangkak ke dalam tanah di bawah pondoknya dan lunglai seperti pohon jarak itu karena merasa begitu malu!

Maka, oleh Roh Allah, sang nabi mengarahkan ulang kemarahannya. Ia tidak lagi marah secara berdosa terhadap Tuhan; sekarang ia dengan benar marah terhadap dirinya sendiri. Rasul Paulus menggambarkan semangat dari pertobatan yang sejati: “Sebab dukacita menurut kehendak Allah menghasilkan pertobatan yang membawa keselamatan dan yang tidak akan disesalkan, tetapi dukacita yang dari dunia ini menghasilkan kematian. Sebab perhatikanlah betapa justru dukacita yang menurut kehendak Allah itu mengerjakan pada kamu kesungguhan yang besar, bahkan pembelaan diri, kejengkelan, ketakutan, kerinduan, kegiatan, penghukuman! Di dalam semuanya itu kamu telah membuktikan, bahwa kamu tidak bersalah di dalam perkara itu” (2Kor 7:10-11).

Hampir tidak ada satu ayat pun yang bisa ditulis oleh Yunus dalam kitabnya tanpa meneteskan air mata. Dalam kenyataannya, hampir tidak ada satu ayat pun yang dapat ia baca di kemudian waktu tanpa meneteskan air mata.

Ada air mata penyesalan atas sikap keras kepala dan pemberontakannya terhadap Allah kovenan-Nya, khususnya ketidaktaatannya kepada panggilan ilahi untuk pergi ke Niniwe, pelariannya ke Tarsis dan contohnya yang berdosa bagi awak kapal di dalam pasal 1; dan sikap kasarnya yang kekanak-kanakan, dan keinginannya untuk mati yang dinyatakan berulang kali, dan jawaban di dalam kekesalan kepada Tuhan di dalam pasal 4.

Ada air mata syukur atas anugerah dan kebaikan Yehova kepadanya, khususnya di dalam penyelamatan dirinya dari mati tenggelam melalui ikan yang besar, keluarnya ia dari perut ikan yang gelap dan bau itu, dan dikabulkannya doa yang dipanjatkannya ketika berada dalam samudera di dalam pasal 2; dan keselamatan yang ajaib bagi orang-orang Niniwe, yang menjadi bayang-bayang dari pertobatan bangsa-bangsa bukan-Yahudi di dalam pasal 3.

Bagaimanapun, penghiburan besar bagi Yunus, seperti yang telah ia akui sebelumnya di dalam perut ikan besar itu, adalah “Keselamatan adalah dari TUHAN!” (Yun. 2:9). Ini adalah penghiburan bagi kita semua, yang membenci dosa-dosa kita dan telah berbalik kepada Allah di dalam Yesus Kristus, karena kita juga mengakui bersama Yunus, “Engkaulah Allah yang pengasih dan penyayang, yang panjang sabar dan berlimpah kasih setia serta yang menyesal karena malapetaka yang hendak didatangkan-Nya” (Yun. 4:2)!


(4)

Pelajaran-pelajaran dari pohon jarak Yunus (Yun. 4:10-11) memberikan kepada kita tiga kebenaran penting dari Alkitab mengenai kovenan anugerah yang mulia dari Yehova di dalam Yesus Kristus.

Pertama, kovenan Allah adalah dengan orang-orang Yahudi maupun bukan-Yahudi. Ini adalah sebuah tema utama seluruh Kitab Yunus, yang menjelaskan mengapa sejak awal sang nabi tidak ingin pergi ke kota Niniwe yang pagan (ia khawatir bahwa Allah akan mempertobatkan mereka) dan mengapa ia sangat marah karena pertobatan mereka (ia melihat perhatian Allah kepada kota yang kafir ini sebagai berpalingnya Allah dari Israel) (ay. 1-3).

Sejak panggilan kepada bapa Abram di Ur-Kasdim, “semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat” melalui dia (Kej. 12:3). Allah menjelaskan mengapa Ia mengganti nama Abram menjadi “Abraham” sebagai indikasi bahwa ia akan menjadi “bapa sejumlah besar bangsa” (Kej. 17:5; Rm. 4:16-18). Di zaman Perjanjian Baru, gereja telah menjadi katolik atau universal (am), seperti yang telah para nabi nubuatkan di banyak tempat (mis. Mzm. 117; Yes. 2:2-4; Yer. 3:17; Mal. 1:11) dan sebagaimana ditunjukkan dalam bayang-bayang di dalam Kitab Yunus.

Kedua, kovenan Allah adalah dengan orang-orang percaya dan anak-anak mereka. Di dalam Yunus 4:11, Yehova dapat saja berkata bahwa ada sekitar 750.000 orang di kota besar Niniwe. Tetapi Ia tidak berkata demikian. Alih-alih, Tuhan menyatakan bahwa ada lebih dari 120.000 anak kecil: “lebih dari seratus dua puluh ribu orang, yang semuanya tak tahu membedakan tangan kanan dari tangan kiri.”

Jelas terdapat balita-balita pilihan, yang adalah anak-anak Niniwe yang dipertobatkan melalui pemberitaan oleh Yunus, kepada siapa Allah berbelas kasih. Maka, keselamatan Niniwe paling tidak berlangsung selama dua angkatan. Bahkan di kota dari bangsa bukan-Yahudi ini, bahkan di dalam Perjanjian Lama, bahkan di dalam sebuah kota yang akan dihancurkan beberapa dekade kemudian (bdk. Kitab Nahum), kovenan Allah adalah dengan orang-orang percaya dan keturunan mereka!

Dalam hal ini pun Yunus 4:11 adalah bagian dari arus ajaran utama Alkitab. Kovenan Allah adalah dengan Nuh dan keturunannya (Kej. 6:18; 9:8-9) melalui Abraham dan keturunannya (17:7; 18:18-19), mulai dari Perjanjian Lama sampai ke dalam zaman Perjanjian Baru, seperti yang Kristus ajarkan dan tunjukkan (Mrk. 10:13-16) dan seperti yang Petrus khotbahkan pada hari Pentakosta (Kis. 2:39). Karena, menurut Kekristenan yang rasuli, anak-anak bahkan dari satu orang tua yang percaya saja adalah “kudus” (1Kor. 7:14), entah mereka berbangsa Yahudi atau bukan-Yahudi, kita membaca di dalam Kitab Suci tentang pembaptisan Lidia, kepala penjara Filipi, Krispus, Stefanus dan seisi rumah mereka (Kis. 16:14-15; 31-33; 18:8; 1Kor. 1:14, 16).

Ketiga, kovenan Allah adalah dengan ciptaan. Kejadian 1-2 mendeskripsikan penciptaan Allah akan alam semesta yang indah dan tanpa dosa dalam waktu enam hari. Ribuan tahun kemudian, Yeremia berbicara tentang “perjanjian-Ku dengan siang dan perjanjian-Ku dengan malam” (33:20; bdk. ay. 25), yang merujuk kepada pergantian terang dan kegelapan sejak hari pertama (Kej. 1:3-5) yang diatur tiga hari kemudian (dan sejak saat itu) oleh matahari dan bulan (ay. 14-19).

Sejarah Alkitab tentang air bah yang melanda seluruh dunia (Kej. 6-9) menekankan bahwa kovenan anugerah Allah mencakup ciptaan (Kej. 6:18 dst.; 9:8-17; Yes. 54:9-10). Meskipun bumi sepenuhnya tertutup oleh air dan sebagian besar binatang binasa, tetapi Yehova memulihkan tanah kering dan memastikan bahwa wakil-wakil dari beragam binatang yang terpelihara di dalam bahtera Nuh berkembang biak dan memenuhi bumi setelah mereka dilepaskan.

Pada zaman patriarkal, Elifas orang Teman menyatakan, “Kemusnahan dan kelaparan akan kautertawakan dan binatang liar tidak akan kautakuti. Karena antara engkau dan batu-batu di padang akan ada perjanjian, dan binatang liar akan berdamai dengan engkau” (Ayb. 5:22-23). “Perjanjian” atau “kovenan” dengan “batu-batu di padang” (ay. 23) berarti bahwa bumi akan menghasilkan panenan bagi Ayub yang bertobat tanpa ada “kelaparan” (ay. 22). Demikian pula Ayub akan “berdamai” dengan binatang liar (ay. 23).

Hosea juga berbicara tentang kovenan anugerah Allah dengan umat-Nya dan ciptaan yang tidak berakal: “Aku akan mengikat perjanjian bagimu pada waktu itu dengan binatang-binatang di padang dan dengan burung-burung di udara, dan binatang-binatang melata di muka bumi; Aku akan meniadakan busur panah, pedang dan alat perang dari negeri, dan akan membuat engkau berbaring dengan tenteram” (2:17; bdk. ay. 20-21). Semua ini integral dengan kovenan pernikahan Yehova dengan umat-Nya (ay. 15-18-19).

Kovenan Allah dengan ciptaan digenapi secara sempurna di dalam “langit yang baru dan bumi yang baru” (Why. 21:1), yang digambarkan di dalam dua pasal terakhir dari Alkitab (Why. 21-22), setelah ciptaan dibersihkan dengan api pada hari kedatangan Tuhan kembali (2Ptr. 3). Roma 8:18-25 berbicara tentang kerinduan orang-orang percaya maupun ciptaan akan pembaruan yang mulia ini.

Dari antara para nabi Perjanjian Lama, Yesayalah yang berbicara tentang “langit yang baru dan bumi yang baru” (65:17-25; 66:22), dengan sebuah nubuat mengenai dunia baru yang mulia ini (11:6-9) yang ditempatkan di antara nubuat-nubuat tentang kedatang Yesus Kristus Sang Raja (ay. 1-5) dan keselamatan dari-Nya bagi orang Yahudi maupun bukan-Yahudi (ay. 10-16). Manifestasi dari kekepalaan Kristus kovenan atas ciptaan (mis. Kol. 1:15-17) adalah tujuan kekal Allah: “sebagai persiapan kegenapan waktu untuk mempersatukan di dalam Kristus sebagai Kepala segala sesuatu, baik yang di sorga maupun yang di bumi” (Ef. 1:10).

Belas kasih Yehova dan diluputkannya “ternak yang banyak” di kota Niniwe (Yun. 4:11) harus dipahami di dalam kerangka kerja Kitab Suci ini. Beberapa dari jenis ternak dan bahkan jenis pohon jarak (ay. 6-10) – jenis apa pun itu – akan ada di dalam langit yang baru dan bumi yang baru di mana kovenan Allah akan berkemah secara sempurna bersama umat manusia yang ditebus di dalam Yesus Kristus (Why. 21:3).

Kovenan anugerah Allah di dalam Yesus Kristus meliputi orang-orang percaya dan anak-anak mereka (yang adalah kaum pilihan), baik dari orang-orang Yahudi maupun bukan-Yahudi, dan juga ciptaan yang tidak berakal – inilah tiga pelajaran yang bergema di dalam perkataan terakhir Allah kepada Yunus di dalam kitab yang ditulisnya.

__________________________________

“The Prophet Jonah (I)” yang terdiri dari 6 khotbah dari Yunus 1-2 dan dikemas di dalam set kotak yang menarik (CD atau DVD), tersedia seharga £8/set (termasuk ongkos kirim); “The Prophet Jonah (II)” yang terdiri dari 12 khotbah dari Yunus 3-4 dan dikemas di dalam set kotak yang menarik (CD atau DVD), tersedia seharga £12/set (termasuk ongkos kirim). Harga pembelian dua set sekaligus hanya £18/set (termasuk ongkos kirim) dan bisa dipesan melalui email ke bookstore@cprc.co.uk. Khotbah-khotbah ini bisa didengar atau ditonton secara gratis daring.

Untuk bahan-bahan lain dalam bahasa Indonesia, klik di sini.